Gedung Sate pada masa Hindia Belanda disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920. Pembangunan Gedung Sate melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan China yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok. Arsitektur Gedung Sate adalah Ir. J. Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Dr. Hendrik Petrus.
Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 X 1 X 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung Timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang. Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m² terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II 3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².
Semula Gedung Sate diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate. Sejak tahun 1980, Gedung Sate dipakai sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat. Di utara Gedung Sate, terdapat lapangan Gasibu dan Monumen Perjuangan Rakyat.
Gedung Sate terdiri dari 4 lantai. Lantai dasar merupakan lantai bawah tanah atau basement yang dihubungkan oleh lorong-lorong dan memiliki sejumlah ruang kantor serta mushola. Lantai pertama merupakan lantai di mana pintu masuk utama. Ketika memasuki pintu utama ini, kita akan tiba di reception hall, yang mengarah langsung pada ruang terbuka di mana terdapat patung perunggu Badak Bercula Satu. Tempat ini juga sering digunakan sebagai tempat pergelaran musik Sunda ketika kunjungan atau upacara resmi berlangsung.
Lantai dua juga terdiri dari sayap barat dan sayap timur yang dihubungkan dengan koridor. Di sepanjang koridor terdapat ruang-ruang yang digunakan sebagai kantor, di antaranya ruang kerja Gubernur Jawa Barat dan 3 orang wakilnya, serta sekretaris daerah. Pada bagian tengah lantai dua terdapat tangga kayu sempit yang mengarah ke menara sentral Gedung Sate (sejak 1998 ditambah lift yang menghubungkan semua lantai). Menara sentral dibagi lagi menjadi 2 ruangan; Pertama adalah ruang pameran foto-foto pembangunan di Jawa Barat, dan yang kedua adalah “Teras Kopi” yang dibatasi oleh dinding-dinding berkaca.Untuk menuju “Teras Kopi” pengunjung harus menaiki lagi tangga di bagian luar menara. Selain itu, “Teras Kopi” juga biasa digunakan untuk menjamu para pengunjung Gedung Sate. Di sini juga terdapat teleskop tua yang dapat digunakan untuk melihat secara lebih detail pegunungan di sebelah utara Bandung, juga kawat penarik yang pernah digunakan untuk menarik bahan dan barang dari bawah ketika gedung dibuat. Di atap puncak menara sentral terdapat tiga atap bertumpuk yang diyakini meniru atap pura di Bali, atau ada juga yang menyebutkan atap pagoda Thailand. Di puncaknya terdapat “tusuk sate” dengan 6 buah ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden - jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.
(Dari Berbagai Sumber)
0 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)